top of page
Search

TABUNGAN EMOSI : Tentang Bagaimana Cara Berkomunikasi


Butuh berapa kalimat perintah untuk menyuruh anak melakukan sesuatu? 1 kali atau lebih dari 3 kali? Jawaban kita menjadi salah satu cara mengetahui kualitas hubungan emosi kita dengan anak kita.


Bila hanya dengan 1 kalimat perintah anak langsung mengerjakan. Maka salah satu kesimpulannya adalah hubungan kita dengan anak, begitu baik. Kebutuhan emosi anak telah tercukupi. Tapi bila lebih dari 3 kali kita harus mengulang kalimat kita, bahkan dilanjutkan dengan kalimat-kalimat yang panjang lebar, maka harus mulai dilakukan koreksi terhadap hubungan emosi kita dengan anak kita.


Oh, begitu? Ya. Silahkan teruskan membaca. Atau bisa pause dulu, minum dulu. Sambil mengingat-ngingat pengalaman kita saat menyuruh anak. Lalu lanjutkan membaca. Hehehe.


Hein (Helma, 2001) menulis bahwa emosi juga sebagai alat pembuat keputusan, decision making.


Secara sederhana ini pengalaman yang ingin saya bagi sebagai best practise tentang bagaimana cara kita berkomunikasi dengan anak menggunakan tabungan emosi.


Apa itu tabungan emosi?


Setiap kali kita membuat anak bahagia, saat itu kita telah menabung emosi baik pada diri anak. Semakin sering membuat anak bahagia, semakin banyak pula tabungan kita. Apa yang membuat anak bahagia? Perhatian dan kehadiran.


Bila tabungan kita sudah banyak, maka ketika kita menyuruh atau meminta anak melakukan sesuatu, anak akan mudah bersegera melakukannya. Karena sebenarnya pada saat itu, kita “mengambil” tabungan kita. Kalau kita tidak punya tabungan, lalu kita menyuruh anak. Maka ini seperti “Hello, siapa kamu, nyuruh-nyuruh saya?.”


Lalu, apakah kita tidak bisa menyuruh anak ketika kita tidak punya tabungan? Bisa. Melalui dua cara.


Pertama, menggunakan otoritas. Sebagai orang yang lebih tua, sebagai orang tua, sebagai pimpinan, dst. Konsekuensinya adalah anak akan melakukan hal yang diminta dengan tidak murni sepenuh hati. Kedua, memodifikasi perintah. Bisa memodif kalimatnya, bisa juga memodif cara penyampaiannya. Intinya, agar kalimat itu bisa lebih diterima oleh anak. Sesuatu yang diminta, terkonversi menjadi kebutuhan anak.


Detilnya seperti apa sih? Sudah ya. Itu saja. Bila belum mengerti, nanti dibaca lagi. 😁



Salam literasi.

M.Taufiqurrahman

142 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page