Guru/ Kepala Sekolah harus bisa dan terbiasa menulis. Setuju?
Logika sederhananya adalah, setiap Guru (otomatis juga Kepala Sekolah) dimanapun, “pasti” bisa menulis. Kok? Iya. Karena untuk sampai ke level pendidik, pastilah telah melewati ribuan kata yang pernah dibaca, ratusan kalimat yang pernah dilihat, dan puluhan judul buku yang pernah ditatap. Dan teorinya adalah yang bisa membaca, bisa pula menulisnya.
Masalahnya adalah apakah tulisannya sudah memenuhi semua unsur (misalnya unsur jurnalistik) sehingga layak dibaca dan disiarkan kepada khalayak? Nah, kalau ini memang perlu keahlian khusus dan jam terbang. Tapi itu semua tetap mempersyaratkan satu hal, yaitu bila ingin bisa menulis, harus terbiasa membaca.
Dan suka membaca menjadi tantangan kita semua, tantangan para millineal, dan tentu saja tantangan bagi guru yang ingin menjadikan siswanya sebagai pribadi yang gemar membaca.
Berikut ini adalah salah satu fakta tentang membaca dan menulis..
Di usia Kelompok Bermain dan Taman Kanak-Kanak, biasa disingkat KBTK, kegiatan membaca dan menulis, sifatnya adalah pengenalan. Bukan target yang harus, yang kudu dan yang musti anak KBTK kuasai. Bunyi kurikulumnya adalah pengenalan kosakata dan kalimat sederhana.
Targetnya bukan bisa membaca tetapi lebih dari itu yaitu suka membaca dan suka buku. Bila kurikulumnya salah dipahami maka para guru akan “memaksa” anak didiknya yang masih berusia 2 – 6 tahun itu untuk harus bisa membaca.
Di satu sisi masih ada Sekolah Dasar yang mempersyaratkan calon siswa kelas 1 nya harus bisa membaca. Akhirnya ada sebagian guru KBTK, yang pribadinya lembut – lembut itu, menjadi panik dan tak berdaya sehingga anak didiknya dikondisikan sedemikian rupa untuk harus bisa baca. Kepanikan itu juga menjalar ke orang tua, terguncanglah egonya, dan terjadilah fenomena itu, para orang tua mencari sekolah KBTK yang bisa menjadikan anaknya bisa membaca, atau di-les-kan lah anaknya agar bisa membaca.
Kebayang bila anak KBTK itu adalah saya. Ku kan pergi ke laut dan mengadu. Berharap ada Peri Bintang Laut yang datang menolongku, mendengar keluhanku. Lalu mengajakku bermain pasir dan melihat penyu – penyu yang santai berjalan di pesisir pantai. Itulah seharusnya dunia masa kecilku. Penuh kegembiraan.
Benar kan? Ok.
Bila punya fakta lain atau ada kegelisahan tentang menulis dan membaca. Silahkan tuliskan di kolom komentar. Salam literasi.
M.Taufiqurrahman
コメント